MTs Makara - Sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya yang ada di Jawa khususnya, dan aktualisasi
mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Kamis, 3 April 2014 kemarin,
siswa kelas IX MTs Ma’arif Karangan melaksanakan rangkaian ujian praktek yaitu menyajikan
nasi tumpeng. Walaupun mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit,
tetapi semangat dan kebersamaan justru memacu kreasi mereka untuk membuat yang
terbaik. Dan mungkin tulisan ini bisa memberikan informasi mengenai nasi
tumpeng yang sudah menjadi cirri khas masyarakat di Jawa
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh
sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya
diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam
Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha
Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional
Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut
tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa
Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh).
Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari
ketan; akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus
dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam,
angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan).
Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80:
"Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah
aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku
yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca
Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota
Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya
adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh
kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang
memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha
dengan sungguh-sungguh.(Wikipedia.com)
Tumpeng merupakan bagian penting dalam
perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur
dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah
lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng
sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan,
setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong
dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling
dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini
dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua
orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan
tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT sekaligus
merayakan kebersamaan dan kerukunan.